twitter


Alhamdulillah...
Finaly, I did something in this holiday.. -_-'

I affraid won't do anything because for a week I am home, I just like a mother of country alias 'ibu negara'. :p
Almost everyday I am attending invitations. Meeting, farewell party, etc.

On Sunday, I made pancake. Udah niat banget deh jadi koki di rumah sendiri. :)


lets check my happy cooking ... taraaaaaaa...

*Sebelumnya, aku beli adonan yang udah langsung jadi. *

selanjutnya, kita siapkan alat dan bahan. cekidot!
yupz, cuma ini alat dan bahannya. eh, ditambah minyak goreng a little bit, wajan, kompor, plus serokannya *bener ga ya serokan? gw lupa -_-a.

and it is my pancake. If you taste it, kayak membelah atmosfer berlapis-lapis, meluncur bareng paus akrobatis, terus ngebut menuju rasi bintang paliiing manis :D *versi iklan good day

ini adonannya..

dan inilah pancake yang udah jadi:

^^


Mereka adalah alasan saya untuk mengambil cita-cita ini.
Mereka adalah alasan saya untuk menentukan masa depan ini.
Mereka adalah alasan saya untuk terus berkontribusi sampai akhir.


Ya Rabb, maafkan hamba yang selama ini khilaf dan terlalu terbuai oleh gemerlapnya pujian dan terbenam dalam kesombongan.


HARI INI AKU BELAJAR 

Hari ini aku belajar tentang doa
Tentang restu darinya
Tentang kata-kata ajaibnya yang selalu mujarab

Hari ini aku belajar tentang kejujuran

Tentang muatan kepemimpinan yang digadaikan oleh nilai

Tentang mahasiswa yang terjebak oleh ambisi sendiri

Hari ini aku belajar tentang hemat

Tentang uang yang hanya aku keluarkan untuk kenyang semata

Tentang adik penjual koran yang aku tolak tawarannya


Hari ini aku belajar untuk lebih berani

Berani untuk berucap

Berani untuk katakana bahwa aku pun punya suara

Hari ini aku belajar tentang ilmu

Tentang buku-buku yang dibeli dengan sisihkan bagian perut

Tentang sejarah yang telah begitu jujur menasihatiku

Hari ini aku belajar tentang wanita

Tentang godaan yang selalu menghantui

Tentang ikhtiar yang melawan kegundahan

Tentang perkataannya yang mungkin menjurus ke kesalahanku


Hari ini aku belajar tentang mimpi

Tentang keinginan untuk menembus dinding keraguan

Tentang impian untuk terbang menyentuh cakrawala
Tentang harapan untuk melukis senyum terindah di orang-orang tercinta

Hari ini aku belajar tentang menemukanmu

Menemukan langkah untuk tetap mempertahankan dan memperjuangkanmu

Mengarahkan diri untuk selalu istiqomah dan berada dalam kebaikan

Aku ingin menyentuh  tanahMu

Aku ingin menginjak di rumputMu

Aku ingin basuh wajahku dengan segarnya airMu

Aku ingin cium napas kegemilangan atas namaMu


21.16

5 April 2011


Dahulu dan Hari Ini

Antara ogah dan lelah, aku duduk di bangku merah yang catnya mulai memudar.  Ditemani seorang kawan, aku memesan ice cappuccino, berharap pikiran yang menegang sejak dua-tiga minggu kemarin bisa lebih rileks.

Sembari menunggu, mataku terpancing oleh sebuah tabloid dar fakultas sebelah.  Headline-nya kali ini tentang kebijakan pembiayaan di kampus.  Masih bermasalah juga ternyata sampai sekarang.

Halaman berikutnya, tak terlalu aku pedulikan.   Hingga tiba di halaman terakhir.  Parade foto yang menampilkan kebebasan di kampus.  Potret kemirisan yang tak disangka, namun tetap suatu yang nyata.  Di kampus yang harusnya mencetak para intelek gitu lho…

Bir.  Kerudung.  Berduaan.  Tiga hal ini yang menjadi sorotan.  Tiba-tiba hatiku bergemuruh.  Emosiku mendidih.  Amarahku memuncak. 

Kok gitu, sih?  Kok ga sadar akan hijabnya, sih?  Kok mereka ga belajar, sih?  Kok begitu beraninya di tempat umum, sih?  Kok ga inget sama bonyok, sih?  Kok… Kok… Kok… dan ‘Kok’ lain terus bergemuruh di sanubari. 

Kuteguk sedikit cappuccino yang baru saja tiba.  Sebagai pendingin awalnya.  Tapi entah mengapa, hati ini masih meneriakkan kekecewaan akan kenyataan dalam foto-foto itu.  Sedang temanku sedang pergi sebentar karena ada telepon dari kakaknya.

Emosiku masih agak labil dan rasanya ada yang mengetuk dari dalam diri. 

Apaan, sih?  Siapa yang berani merusak emosiku, huh? 

Ketukan itu masih tetap ada hingga aku menjadi gusar dan penasaran.  Bisaaa aja cari perhatiannya. -_-‘

Aku terdiam sejenak.  Kubuka rasa sadarku.  Ternyata yang mengusik itu si hati kecil; hati kejujuran yang menyimpan banyak kenangan di masa silam. 

Tanpa menunggu aku mengeluarkan kalimat ‘Ada apa?’, ia langsung nyerocos saja bicara.

“Del, sadarkah?  Dulu kamu juga pernah melakukan hal seperti itu.  Berduaan.  Berkerudung.  Terlepas dari apapun niatnya; belajar, main, mengantar, curhat, maupun alibi-alibi yang lain; bagaimana pun kau pernah berada di posisi mereka.  Mungkin, yang dulu kau sebut ‘perusak hubungan’ itu hanyalah sebuah ungkapan kepedulian terhadap tingkah lakumu yang tidak mencerminkan ajaran yang Rasulullah ajarkan.  Ya, kini memang kau sedang membangun benteng diri setinggi-tingginya, sekuat-kuatnya, setebal-tebalnya.  Kau mulai mengenal dan menyadari dengan hati, apa itu hijab; apa itu menutup diri; bagaimanakah menahan diri dari godaan.  Sadarkah?  Sesungguhnya saat ini kau baru belajar.  Baru tahu satu-dua ilmu.  Pengaplikasiannya juga belum tentu sesuai syari’at, sehingga emosimu itu bukanlah yang selayaknya kau lontarkan.  Boleh kamu marah.  Boleh kamu sedih.  Tapi apakah itu menyelesaikan masalah?  Apakah ungkapan kekecewaanmu sampai pada mereka?  Belum tentu dan bahkan kemungkinan tidak sampai.  Masih ingat materi keputerian kemarin yang juga disebutkan kembali sore hari tadi? ‘Apabila kau melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tanganmu.  Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisanmu.  Jika masih belum bisa, maka ubahlah dengan hatimu melalui doamu.’  Apakah ada perintah ‘dengan emosimu’ atau ‘dengan amarahmu’?  Tidak ada, bukan?”

Aku menunduk sambil beristighfar berkali-kali.  Kedatangan temanku pun tak terlalu aku hiraukan.  Hanya bayang-bayang yang tertangkap. 

“Bersyukurlah hatimu sudah mulai menentukan komitmen.  Jadikanlah masa lalumu sebagai senjata untuk masuk ke dunia smereka, untuk samakan keadaan; dan jadikan saat ini sebagai magnet akan transformasi mereka.  Ini adalah salah satu wahana untuk ‘IMPROVING-INSPIRING’, jargon yang kau buat sebagai penguat cita-citamu.  Selamat berjuang!  Oya, jangan lupa.  Mungkin saja sebenarnya mereka sudah menikah.”   Sang hati kecil tersenyum dan memudar bayangnya hingga tak terlihat lagi rupanya.

“Astaghfirullah…” ungkapku keras.

Temanku mengernyitkan dahi tanda heran sampai ia menghentikan minumnya.  Aku pun ceritakan dialog dengan kata hati itu antara sedih, malu, dan bersyukur.
***

Dahulu dan hari ini akan berubah jika memang aku ingin mengubahnya. 

Kupersembahkan untuk mamah dan bapak sebagai bukti perubahanku. “Aku ingin menjadi anak yang sholehan, Mah, Pa.  Yang memakaikanmu jubah emas di syurga nanti sebagai baktiku atas cinta kasihmu.”

Di akhir coretan ini, aku sisipkan sebilah puisi   buah pena Salim A.s Fillah yang aku dapat dari email yang dikirim oleh salah satu sahabat seperjuangan.

Ridha Allah tidak terletak pada sulit atau mudahnya
Berat atau ringannya, tawa atau tangisnya
Senyum atau lukanya, bahagia atau deritanya

Ridha Allah terletak pada
Apakah kita menaatiNya
Dalam menghadap semua itu
 Apakah kita berjalan dengan menjaga perintah dan laranganNya
Dalam semua keadaan dan ikhtiar yang kita lakukan
Maka selagi disitu engkau masih berjalan
Bersemangatlah kawan!                                                                                                

8.08 am
3 April 2011


Usiaku tahun ini menginjak 19 tahun. Semakin tua, justru semakin terasa bahwa aku masih belum apa-apa, masih belum berbuat apa-apa.

Saat para ikhwan menghadap-Nya di hari yang istimewa ini, aku sedang ragu, antara ya dan tidak, untuk mengikuti asistensi.

Dengan mengacuhkan nafsu, aku datang menghampiri sekumpulan akhwat. Mereka teman seperguruan.

Aku duduk sila dan mengeluarkan mushaf yang aku punya sejak SMA.
Bersama-sama, kami melafadzkan huruf perhuruf. HURUF, KAWAN! HURUF HIJAIYAH yang sebenarnya sudah aku pelajari sedari TK.
Dan apa yang terjadi? Ternyata masih ada pelafalan huruf yang salah aku ucapkan. Satu.. Dua.. Berikutnya..

Astaghfirullah..
Huruf pun masih salah aku ucapkan. Bagaimana untuk mampu menjadi imam? Mampu untuk tahfidz? Mampu untuk memahami dan mengamalkan ilmunya?

Astaghfirullah..
Aku semakin menunduk. Pikiranku terbang ke masa lampau. Ke masa di mana aku hanya sekedar datang ke mushola hanya untuk 'stor muka'. Ujian saling contek. Hafalan pun dapat bisikan.

Menginjak sekolah menengah, intensitasku ke mushola semakin berkurang. Bahkan untuk sekedar hadir di pengajian bulanan, aku buat berribu alasan agar tak perlu pergi. Pada akhirnya, Alquran hanya pajangan berdebu yang kertasnya mulai menguning.

Innalillahi, Del. Sebegitu sia-siakah masa kecilmu???

Beranjak ke tingkat menengah atas. Aku mulai dekat kembali kepada-Nya. Aku mulai sesekali membaca mushaf. Di sekolah pun ada mata pelajaran Alquran. Tapi, apa hasilnya? Sepertinya hanya abu yang tinggal ditiup angin. Ke kelas ogah-ogahan. Ke mesjid, sekedar tuntutan aturan. Astaghfirullah..

Dan usia pun semakin mendewasakanku. Membuka hati untuk melihat cakrawala dari bayang-bayang kekelaman.

Aku malu pada kerudungku yang mulai lebih panjang. Aku malu pada kaos kaki yang semakin lusuh karena terlalu sering dipakai. Aku malu pada impianku yang ingin menjadi 'bidadari surga-Nya'. Aku malu pada keinginanku untuk memakaikan orang tuaku pakaian bercahaya dari ayat-ayat yang aku untai. Aku malu pada orang tua yang amanahnya aku lalaikan. Aku malu pada Allah yang telah memberi aku banyak peluang, namun aku menyia-nyiakannya..

Aku. . .
Sudah terlalu banyak malu.

Aku. . .
Sudah gerah dengan kekerdilan masa lalu.

Aku. . .
Ingin memperbaiki tatanan hidup ini.

Aku. . .
Masih punya cita-cita.

Aku. . .
Masih ingin memberikan cahaya dalam gulita.

Aku. . .
Bertekad untuk memperbaiki diri.

Aku. . .
Berharap bisa menginspirasi khalayak.

Aku. . .
Seorang gadis yang sedang mengumpulkan energi untuk memperbaiki dan menebar inspirasi.

Dan aku. . .
Perlu banyak belajar lagi untuk membaca ayat kauliah-Nya.

Bismillah..
'IMPROVING - INSPIRING'

Jumat, 25 Maret 2011
9.41 pm



Saat Nuklir Dipertanyakan,
Mari Membangun Kemandirian Energi Lokal untuk Membangun Ketahanan Energi Nasional

Guncangan tsunami yang terjadi di Jepang beberapa waktu lalu tidak hanya menyisakan reruntuhan bangunan dan krisis energi akibat rusaknya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).  Kondisi ini juga memancing dunia untuk mempertanyakan kembali pemakaian nuklir sebagai sumber energi. Beberapa negara di Eropa mulai mengkampanyekan dunia bebas nuklir karena mengkhawatirkan jika insiden Fukushima, Jepang, terjadi juga di wilayah mereka.  Di Eropa memang banyak negara yang menjadi produsen energi nuklir.  Meski Eropa bukan wilayah rawan gempa, akan tetapi alam bisa berkata lain.  Untuk mengantisipasinya, Swedia menekankan untuk memodernisasi sepuluh reactor PLTN di negaranya.  Prancis juga memutuskan untuk menonaktifkan tujuh belas reactor nuklir.  Selain itu, pemerintah Swiss menghentikan sementara rencana untuk membangun dan memperbaharui PLTN.  Bahkan Austria berencana untuk melakukan kampanye bebas nuklir Austria.  Lalu, bagaimana dengan Indonesia yang sedang dalam proses penggarapan pembangunan PLTN dan pemanfaatannya masih belum maksimal?
Melihat kondisi Indonesia yang juga rawan akan bencana alam dan pemanfaatan PLTN pun belum terasa dampaknya, untuk memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang, sebenarnya Indonesia dapat memaksimalkan energi berdasarkan potensi wilayah.  Di Indonesia sendiri sangat banyak sumber energi yang masih dapat dimaksimalkan pemanfaatannya. Tenaga air, panas bumi, biomasa dan sampah/limbah, bahan bakar nabati, tenaga surya, energi laut, tenaga angin, nuklir, dan hidrogen-fuel cell adalah beberapa di antaranya.
Berdasarkan potensi di wilayahnya, sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu berpotensi di semua wilayah dan yang berpotensi di wilayah-wilayah tertentu. Sumber yang dapat dikembangkan di semua wilayah di Indonesia adalah tenaga air, biomassa dan sampah/limbah, bahan bakar nabati, dan tenaga surya.  Sedangkan sumber energi lain lebih berpotensi untuk dikembangkan di wilayah tertentu.
Tenaga air merupakan salah satu pemanfaatan sumber energi yang sudah mulai dikembangkan di Indonesia melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).  Keunggulan dari energi ini adalah memberikan respon yang cepat sehingga memudahkan saat berada dalam kondisi beban puncak maupun terjadi gangguan jaringan.  Selain itu, kapasitas daya keluarannya lebih besar dibanding energi terbarukan lain.  Jumlah daya listrik yang dapat dibangkitkan pada suatu pusat pembangkit listrik tenaga air tergantung pada ketinggian saat air jatuh dan kecepatan aliran airnya. 
Banyaknya jenis tanaman adalah anugerah yang dimiliki Indonesia.  Sebagai negara kedua di dunia yang memiliki banyak jenis tanaman, Indonesia sangat berpotensi untuk mengelola dan mengolah bahan baku minyak nabatiUbi kayu, tebu, jarak pagar, kelapa sawit, dan kelapa adalah sebagian kecil jenis tumbuhan penghasil energi yang dapat tumbuh dengan baik di Tanah Air.  Meski kini sudah banyak lahan yang telah menjadi bangunan, masih cukup waktu untuk memperbaiki hutan dan perkebunan serta menahan manusia yang kerapkali mengorbankan flora demi finansial semata.
Selain nabati, banyak bahan biologis yang terdapat di alam ini yang bisa dimanfaatkan secara praktis untuk bahan bakar atau bisa juga diolah terlebih dulu untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.  Biomassa juga memiliki keunggulan, di antaranya mengurangi adanya gas rumah kaca, mengurangi limbah organik, melindungi kebersihan air dan tanah, mengurangi polusi udara, serta mengurangi hujan asam dan kabut asap.
Di salah satu pidatonya, Presiden RI, Susilo Bambang Yodhoyono berkata, selama matahari masih ada, selama itu pula kita akan merasakan panasnya, dan panas itu adalah suatu sumber energi.  Keberadaan matahari menjadi bagian penting di kehidupan karena Sinar matahari, atau tenaga surya dapat digunakan untuk memanasi, memberikan penerangan, atau mendinginkan rumah atau bangunan lain, menghasilkan listrik, memanaskan air dan bermacam proses industri.  Dengan memaksimalkan energi yang dipancarkan matahari, penggunaan sumber energi dapat lebih ditekan.
Sumber energi lain yang akan lebih maksimal penggunaannya antara lain tenaga angin.  Dengan lautan dan garis pantai terpanjang di dunia, yaitu ± 80.791,42 km, menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensial untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga angin.  Pemanfaatan tenaga angin ini juga dapat dioptimalkan untuk turbin angin yang sangat mendukung dalam kegiatan pertanian dan perikanan, seperti untuk keperluan irigasi, aerasi tambak ikan, dan sebagainya. 
Energi dari gelombang lautan dan ombak serta tenaga panas lautan juga dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik.  Hal ini merupakan suatu peluang untuk memanfaatan energi alam terutama bagi masyarakat yang mengadu nasib di derasnya ombak. 
Sumber energi lainnya, yaitu panas bumi.  Panas bumi merupakan sumber energi bersih lingkungan karena tidak memproduksi emisi CO.  Selain itu, energi yang dihasilkan bisa berkapasitas besar.  Terlebih posisi Indonesia yang berada di Pasifik rings of fire membuat Indonesia memiliki potensi sumber energi panas bumi yang mencapai 28.000 MW.  Potensinya tersebar di 265 lapangan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, NTT, Maluku, dan sebagian Kalimantan.
Dalam pemanfaatan panas bumi ini tidak memerlukan kilang, pengangkutan, bongkar muat, dan bersifat lokalSumber energi panas bumi juga tidak dapat diekspor sehingga hanya bisa dimanfaatkan untuk keperluan domestik atau lokal.  Hal ini dapat menjadi peluang dalam pengembangan sumber energi panas bumi agar kita mengurangi ketergantungan penggunaan minyak dan gas bumi serta membangun kemandirian energi lokal untuk membangun ketahanan energi nasional. 
Sebenarnya ke semua sumber energi tersebut telah mulai dilakukan uji coba, bahkan di beberapa daerah telah menjadi energi alternatif yang memudahkan manusia dalam beraktivitas tanpa menyedot energi fosil.  Dalam pengembangannya, perlu ada sinergisitas antarpihak dalam menyelesaikannya, yaitu pemerintah, peneliti, hingga masyarakat.  Setiap komponen harus menjalankan peran masing-masing tanpa mengabaikan koordinasi.
Pemerintah berperan dalam membuat kebijakan dan menerapkan sistem manajemen energi secara konsisten dan berkelanjutan melalui sistem manajemen yang baik adalah sistem yang alur informasinya benar dan tepat sasaran.  Peneliti memiliki peran yang cukup strategis karena berkecimpung langsung dalam melakukan pencarian sumber energi dan menentukan teknologi apa yang sesuai dengan kondisi wilayah serta masyarakat. 
Bukan hal yang murah dan waktu yang sebentar untuk membangun suatu peradaban yang lebih baik.  Oleh karena itu, selama tahap pencarian penggunaan energi yang tepat guna, perlu dibangun kesadaran tinggi di masyarakat sebagai pengguna energi.  Pembatasan penggunaan energi merupakan salah satu tindakan positif agar kesadaran akan pentingnya energi tumbuh di semua lapisan.  Tidak hanya pengguna rumah tangga, tetapi di sektor industri dan trasnportasi juga. 
Mahasiswa, sebagai ‘wilayah menengah’ yang mampu menyentuh ‘kawasan’ pemerintah serta penyambung lidah dari golongan grass root dengan pihak pemerintah, harus mampu memberikan pencerahan kepada pihak pemerintah dalam meluncurkan kebijakan agar tidak salah kaprah dan bermanfaat pada pihak mayoritas.  Selain memberikan pencerahan dan saran dalam menentukan kebijakan, mahasiswa mampu memberikan solusi atas masalah yang terjadi.  Mempelajari kehidupan nyata adalah salah satu pelajaran wajib dalam memahami perjalanan hidup di universitas kehidupan.  Kini, sudah saatnya Indonesia out of the box thinking.  Saat negara lain sedang memanfaatkan tenaga nuklir, mari kita manfaatkan sumber energi yang ada di Indonesia, mari membangun kemandirian energi lokal untuk membangun ketahanan energi nasional. 

S. A. Deliabilda
FKM UI



Tentang kopaja ke blok M (063) yang hanya Rp2.500,00; padahal perjalanan ±45 menit.  Apakah adil bagi mereka?  Apakah cukup untuk hidup mereka?  Apakah uang tersebut mereka gunakan untuk hal-hal positif?  Atau justru negatif?

 
Tentang kantor walikota Jakarta Selatan yang begitu mentereng dan menjulang.  Saya yakin, kantor walikota Tasikmalaya ataupun pendopo Ciamis dan Tasikmalaya kalah mentereng.

Juga tentang kontrasnya kondisi Pasar Raya dan Blok M.  Pasar Raya yang mewah dan eksklusif sedang Blok M yang sederhana dan merakyat. 

 
Tentang buku BSE yang sangat murah dan kurang maksimal isinya.  Tidak lengkap, kurang pemahaman, dan kurang soal latihan.  Hurufnya pun besar-besar, dan yang paling miris, menurut penjual buku, siapapun berhak membuat dan encetak buku asal berlabel ‘BSE’.  Lalu kualitasnya???  Waduuuhh… Kalau begini terus, kapan Indonesia maju?



Tentang banyaknya buku murah akibat dibajak.  Menguntungkan sih, tapi bagaimana legalitas dan kejujuran itu dipertaruhkan?  Kapan, ya, Indonesa menjadi negara yang kaya, yang tidak ada satu pun masyarakat yang miskin sehingga bingung mau dikemanakan uangnya.  Ah, aku menunggu sosok ‘Umar bin Abdul Aziz’ sesi sekarang.  Dan aku ingin menjadi wanita yang mendampinginya.  Be the best and the first wife for him ^_^  (Ameen)


Tentang terminal blok M yang dipenuhi oleh aktivitas pengamen anak dan ibu.  Ya Allah, apakah mereka menikmati aktivitas itu?  Seberapa banyak sebenarnya uang yang mereka peroleh?  Adakah keinginan mereka untuk sekolah?  Dapatkah mereka hidup bersih dan nyaman?  Bagiku ini tidak adil!  ‘Umar bin Abdul Aziz’, datanglah. Hapus kemiskinan.  Aku ingin melihat Indonesia tersenyum bahagia tanpa kemiskinan, baik kemiskinan harta, ilmu, maupun moral.  Ya Rabb, bantulah kami untuk membangun kejayaan Islam kembali.  Amin…


 
(kutulis dalam perjalanan pulang setelah membeli buku untul Volkschool. Bismillah… Semoga dilancarkan menjadi muslimah teladan, pembangun peradaban. Amin… ^_^